BPD Hadiri Acara Ormas Pakai Dana Desa, Pemerhati: Ada Dugaan Pelanggaran Hukum & Maladministrasi

  • Bagikan

Luwu Timur — Polemik penggunaan anggaran desa kembali mencuat setelah sejumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Luwu Timur diketahui menghadiri kegiatan organisasi non-pemerintah dalam acara HUT PABPDSI salah satu organisasi perkumpulan BPD yang di adakan pada tanggal 25/11/2025 di Taman Mini Indonesia Inda (TMII) dengan menggunakan anggaran keuangan desa. Keikutsertaan ini diperkuat dengan adanya surat tugas dari Dinas PMD Nomor: 80.1.11.1/532/DPM, yang memantik kontroversi karena dinilai melampaui kewenangan.

Pemerhati desa Luwu Raya Iskaruddin, menyampaikan kritik keras terhadap praktik tersebut yang dianggap tidak sesuai regulasi, berpotensi merugikan keuangan desa, dan dapat menuju ruang pelanggaran hukum.Selasa 25 November 2025

“Beban Desa di Tengah Efisiensi Anggaran”

Menurut Iskaruddin, penggunaan anggaran desa hingga Rp 8 juta lebih per peserta per desa untuk menghadiri kegiatan ormas merupakan tindakan yang membebani keuangan desa tanpa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

“Tidak ada dasar hukum yang membenarkan BPD memakai anggaran desa untuk menghadiri kegiatan organisasi non-pemerintah. Ini pemborosan di tengah efisiensi anggaran.” ungkap Iskaruddin yang juga biasa di sapa Iskarlhi

Ia menegaskan bahwa dalam UU Desa, PP 43/2014, Permendagri 110/2016, hingga Permendesa 21/2020, tidak ditemukan aturan yang mengizinkan BPD mengikuti agenda ormas menggunakan APBDes.

Dinas PMD Diduga Lakukan Maladministrasi

Tindakan Dinas PMD menerbitkan surat tugas untuk BPD dinilai sebagai tindakan yang melampaui kewenangan.

“BPD bukan perangkat daerah, bukan ASN, dan bukan bawahan Dinas PMD. Penerbitan surat tugas kepada BPD merupakan tindakan yang berpotensi masuk kategori maladministrasi.” ucapnya

Akibat surat tugas tersebut, BPD merasa memiliki legitimasi untuk membebankan biaya perjalanan kepada anggaran desa, padahal tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Potensi Pelanggaran Hukum

Iskarlhi memetakan sedikitnya tiga potensi pelanggaran:

1. Pelanggaran administrasi keuangan desa
Menggunakan APBDes untuk kegiatan yang tidak termasuk dalam Tupoksi BPD.

2. Maladministrasi oleh Dinas PMD
Melampaui kewenangan dengan mengeluarkan surat tugas kepada lembaga yang bukan di bawah struktur mereka.

3. Potensi tindak pidana Tipikor
Jika terbukti terdapat unsur penyalahgunaan wewenang atau kerugian keuangan desa.

Tuntutan Resmi kepada Bupati Luwu Timur dan Aparat Penegak Hukum (APH)

Dalam pernyataannya, Iskarlhi mendesak Bupati Luwu Timur untuk turun tangan langsung.

“Bupati sebagai pemegang otoritas tertinggi pemerintah daerah harus segera mengevaluasi Dinas PMD dan BPD yang terlibat. Ini bukan persoalan sepele.”

Selain itu, ia meminta Aparat Penegak Hukum (APH) melakukan penyelidikan atas dugaan penyimpangan anggaran desa:

Polres Luwu Timur diminta melakukan penyelidikan awal terhadap potensi penyalahgunaan anggaran desa.

Kejaksaan Negeri Luwu Timur (Kejari Lutim) diminta turun melakukan pulbaket untuk melihat potensi kerugian negara.

Inspektorat Kabupaten diminta segera melakukan audit investigatif.

“Kami meminta APH — Polres dan Kejari Lutim — memeriksa aliran anggaran dan dasar hukum kegiatan tersebut. Jangan sampai desa dijadikan ATM kegiatan ormas.”

Desakan Transparansi dan Pertanggungjawaban

Iskaruddin juga menuntut agar:

BPD yang mengikuti kegiatan segera membuka laporan pertanggungjawaban anggarannya,

Dinas PMD menjelaskan dasar hukum surat tugas yang diterbitkan,

Pemerintah desa melakukan evaluasi terhadap penggunaan APBDes yang tidak sesuai regulasi.

“Desa harus dilindungi, bukan dieksploitasi anggarannya. Jika ada pelanggaran, proses hukum harus berjalan.”

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *